Kemuliaan Memaafkan
Dalam interaksi kehidupan sehari-hari manusia terkadang dihadapkan pada suatu cobaan yang dapat membuat perasaan menjadi kesal dan marah. Merespons perilaku seseorang yang membuat kekesalan dan amarah dengan mengungkapkan emosi merupakan ekspresi yang wajar bagi setiap manusia.
Islam sebagai agama yang mengajarkan nilai-nilai humanisme dalam setiap kehidupan menekankan kepada umatnya agar senantiasa mengedepankan sikap memaafkan atas kesalahan dan memelihara hubungan sosial secara baik dengan sesama pada saat sedang menghadapi situasi perselisihan.Bahkan, dalam situasi ketika seseorang mampu untuk mem balas dan lebih tinggi kedudukan secara sosial dari orang yang berbuat kesalahan dengannya, Islam senantiasa mengajarkan umatnya untuk selalu memaafkan dengan penuh kebesaran jiwa dan kelapangan hati.Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa memaafkan saat ia mampu membalas, maka Allah akan memberinya maaf pada hari kesulitan" (HR Ath-Thabrani).Dikisahkan, Abu Bakar mendapat fitnah dari Misthah, anak bibinya yang tergolong fakir miskin yang ia selalu berikan sedekah. Misthah memfitnah putri tercinta Abu Bakar, Aisyah telah berselingkuh. Mendengar berita bohong itu, lantas Abu Bakar marah kepada Misthat seraya bersumpah tidak akan berbuat baik dan memberikan bantuan nafkah lagi kepadanya.Dengan sikap Abu Bakar seperti itu, rupanya Allah SWT tidak menyukai dan memberikan teguran melalui Rasullullah SAW dalam salah satu firman-Nya "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS an-Nuur : 22).Setelah Abu Bakar mendengar ayat tersebut beliau berkata, "Benar, Demi Allah aku senang bila Allah mengampuni dosadosaku dan aku akan memberi nafkah kepada Misthah lagi." Beliau melanjutkan, "Demi Allah, aku tidak akan membiarkannya telantar sama sekali." (Al-Qurthubi, Al-Jami' Al-Ahkam, XII, 207 dan Mukhtashar Ibnu Katsir, II, 593).Memaafkan merupakan salah satu akhlak mulia bagi setiap mukmin dan sebagai indikasi karakter bagi orang bertakwa. Allah secara tegas mengapresiasi orang yang memiliki kelapangan dan kebesaran jiwa untuk memaafkan orang lain sebagai bentuk peri laku yang bijak dan membawa maslahat, "yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan me maafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134).Sejatinya, dalam kehidupan tidak ada manusia yang sempurna. Karena itu, dalam perjalanan hidup di dunia ini manusia dengan sesama terkadang melakukan kesalahan yang mengakibatkan rasa sakit hati, kesal, marah dan dendam dalam diri seseorang. Namun, seperti motivasi yang diberikan Nabi SAW kepada umatnya agar selalu mengedepankan sifat saling memberi maaf. "Allah tidak menambah seorang hamba karena mau memberi maaf, melainkan kemuliaan; dan tidaklah seseorang yang bersikap rendah hati di hadapan Allah melainkan akan diangkat oleh Allah derajatnya." (HR Abu Daud).Terakhir, setiap orang yang bersalah lazimnya meminta maaf. Namun, kemuliaan bagi orang mukmin ialah memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan sebagai puncak kemuliaan hati bagi yang terzalimi untuk membuang rasa sakit, dendam, jengkel, kesal, dan marah yang ada dalam hati. Dengan memaafkan, tidak akan menurunkan derajat image seseorang, justru menjadi pemaaf akan membuat orang lain lebih hormat dan respek dengan diri seseorang. Allah berfirman, "Tetapi, barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (QS asy-Syura: 43).
Belum ada Komentar untuk "Kemuliaan Memaafkan"
Posting Komentar